E-Gov di Indonesia

Statistik digital Indonesia
Statistik digital Indonesia

Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 259,1 juta jiwa pada tahun 2015. Dengan total sebesar itu, 34% di antaranya alias 88 juta jiwa merupakan pengguna aktif internet dan hal tersebut terus bertambah sekitar 15% per tahun. Sepertiga lebih penduduk Indonesia dapat diklaim sudah mampu menggunakan dan memanfaatkan fasilitas internet. Berangkat dari fakta tersebut, tentunya pemerintah harus mampu memberikan pelayanan optimal salah satunya menggunakan fasilitas internet, dalam hal ini bidang e-government.

Regulasi dasar pemerintah mengatur kehidupan berinternet di Indonesia
Regulasi dasar pemerintah mengatur kehidupan berinternet di Indonesia

Pemerintah mengatur regulasi berinternet kita dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang baru-baru ini mengalami revisi terbaru untuk mengurangi penyebaran berita hoax provokatif di antara kita. Dalam regulasi tersebut pemerintah mengatur sedemikian rupa sehingga kita dapat berselancar di dunia maya dengan aman dan nyaman. Pemerintah pun proaktif memblokir ratusan ribu situs berkonten negatif seperti pornografi, perjudian, dan sebagainya. Tindakan itu dilaksanakan sebagai tanggung jawab pemerintah melindungi warganya dari hal-hal negatif.

Awal tahun 2016 ini, pemerintah juga meresmikan jaringan mobile 4G resmi digunakan di Indonesia dengan kategori TDD & FDD. Pembangunan infrastruktur pun digenjot dari daerah-daerah marjinal sehingga semuanya dapat merasakan koneksi internet yang merata dan stabil. Bapak Rudiantara selaku Menkominfo ketika mengisi acara semnas di UGM beberapa waktu yang lalu pernah mengatakan bahwasanya jika pembangunan infrastruktur internet hanya berlangsung di Pulau Jawa, niscaya kita di pulau ini akan memiliki koneksi internet minimal 10 Mbps up to 150 Mbps. Namun pemerintah mendahulukan pembangunan dari pinggir sehingga tiap daerah akan dapat merasakan kecanggihan dunia maya.

Tampilan e-budgeting pemerintah kota Surabaya

Pemerintah pun tak henti-hentinya menelurkan inovasi baru seperti e-budgeting, e-nelayan, qlue, dan sebagainya sebagai sarana pelayanan real time kepada masyarakat. Penggunaan komputer dan internet dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat memberikan fleksibiltas yang tinggi dan keakuratan yang mumpuni. Selain itu, masyarakat pun mampu mengawasi kinerja pemerintah secara lebih dekat dan detail melalui website pemerintah. Urusan perizinan yang biasanya harus melewati birokrasi berpungli di kantor-kantor pun dapat dengan mudah dilakukan dengan klik-klik di berbagai website perizinan pemerintah tanpa pungli sedikit pun. Rakyat senang, pemerintah pun tenang.

Tampilan aplikasi qlue sebagai sarana pelayanan real time Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Tampilan aplikasi qlue sebagai sarana pelayanan real time Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Sudah sejahterakah kita?

Pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945, tercantum bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum. Lalu pertanyaannya, sudahkah kita sejahtera? Sejatinya apa definisi dari kesejahteraan? Ditilik dari sudut pandang ekonomi dan harapan hidup, bagaimanakah kualitas kehidupan bangsa Indonesia? Mari kita bahas bersama.

Kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang menurut KBBI artinya aman sentosa dan makmur, selamat (terlepas dari segala gangguan). Kesejahteraan sendiri berarti keadaan sejahtera dari sekelompok manusia. Dilihat dari definisi sejahtera menurut KBBI tersebut, tentunya kita bisa menyatakan bahwa hidup kita sudah cukup sejahtera. Keamanan kita dijamin oleh hukum yang ditegakkan oleh aparat berwajib. Kita tidak perlu takut keluar rumah lalu mendengar suara ledakan bom seperti saudara-saudari kita di Timur Tengah sana. Kita tidak perlu berlindung mencari suaka ke negara lain seperti saudara-saudari kita di belahan dunia sana. Kita semua dapat dikatakan sejahtera menilik dari definisi KBBI, namun bukankah masih banyak sudut pandang sejahtera yang lain?

Kesejahteraan identik dengan sejahtera dalam bidang ekonomi. Kesejahteraan dalam bidang ekonomi biasanya dilambangkan dengan kepemilikan berbagai barang mewah, kemampuan memiliki kebutuhan primer, dan memiliki pekerjaan serta penghasilan tetap. Pada tahun 2015 lalu, BPS merilis kabar bahwa angka pengangguran Indonesia sebesar 6,18% dari total angkatan kerja sebanyak 114,8 juta orang. Menurut saya hal ini sudah cukup ideal dengan negara sebesar ini mampu memberikan lapangan kerja hampir 95% angkatan kerjanya. Trennya pun menunjukkan penurunan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun. Selain itu, belakangan ini Indonesia mengalami penaikan investasi asing selama semester I tahun 2016 dengan dana di pasar mencapai 10 milyar USD (BKPM, 2016). Menilik fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan kualitas hidup bidang ekonomi masyarakat Indonesia sudah lebih dari cukup secara umum.

Memandang kesejahteraan lewat kacamata harapan hidup mungkin agak sulit. Maka dari itu saya mencoba menggunakan parameter angka kematian bayi dan kelahiran bayi per tahunnya sebagai indeks kualitas harapan hidup di Indonesia. Angka kelahiran bayi per tahun 2015 sebesar 1,49 persen dar total penduduk alias 4,5 juta per tahun. Penduduk baru yang lahir tiap tahun tersebut sama saja dengan total penduduk Singapura, jadi dalam 5 tahun Indonesia memiliki 5 Singapura baru. #intermezzo Lalu, Indonesia memiliki tingkat kematian bayi sebesar 22/1000 kelahiran hidup, alias 22.000/1.000.000 bayi yang hidup per tahunnya. Yang lahir banyak, namun yang meninggal pun tidak sedikit. Menurut menteri kesehatan, Nila F Moeloek, salah satu faktor tingginya kematian bayi disebabkan kurangnya pengetahuan dari si Ibu yang hidup dalam daerah miskin. Jadi menurut saya, kualitas harapan hidup di Indonesia berada dalam taraf cukup dimana banyak yang lahir namun banyak pula yang meninggal.

Demikian analisis kualitas hidup di negara ini berdasarkan sudut pandang harapan hidup dan ekonomi. Percayalah kita terus hidup sejahtera, maka semesta pun akan mendukungnya!!

LKPP dan LPSE, Pejuang Transparansi Pengadaan Barang/Jasa

Sebuah pemerintahan yang baik seyogyanya memiliki rencana kerja atau masterplan yang cerdas dan tepat guna. Salah satu master plan yang vital bagi pemerintahan adalah mengenai budgeting, alias anggara uang. Ya, uang. Benda yang dibutuhkan setiap elemen masyarakat dan kadang didewa-dewakan melebihi Tuhannya. Ketika bicara mengenai uang dan pemerintah, hal yang langsung terlintas di kepala saya dan mungkin anda mungkin sama, KORUPSI. Menurut tradingeconomics.com, peringkat korupsi Indonesia berada di nomor 88 dari 175 negara di dunia. Pemerintah sejak dulu mencoba sedemikian rupa untuk menurunkan tindakan korupsi dengan mendirikan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), namun apanyana masih ada saja elite-elite politik yang dengan enteng memakan uang rakyat.

Salah satu bidang yang cukup basah untuk dikorupsi adalah bidang pengadaan barang/jasa. Nilai tendernya biasanya mulai dari puluhan juta hingga miliaran. Siapa yang nggak ngiler dengan uang sebanyak itu? Lalu untuk mencegah korupsi di bidang pengadaan, pemerintah membentuk LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). LKPP hadir di Indonesia untuk menjunjung prinsip tranparansi dan akuntabilitas.  Mereka pun mencetuskan ide e-procurement supaya transparasi dan akuntabilitas pengadaan barang/jasa dapat dikawal oleh masyarakat umum lewat internet. Kerja LKPP dibantu oleh LPSE (Lembaga Pengadaan Secara Elektronik) yang bekerja pada setiap tingkat pemerintah dari pusat hingga ke daerah.

Contoh e-procurement yang ditawarkan oleh PemProv Jawa Tengah. Wow, ratusan juta hingga miliaran rupiah nilai tendernya
Contoh e-procurement yang ditawarkan oleh PemProv Jawa Tengah. Wow, ratusan juta hingga miliaran rupiah nilai tendernya
Gambaran website LPSE Provinsi Jawa Tengah. Fiturnya cukup lengkap dan up to date.
Gambaran website LPSE Provinsi Jawa Tengah. Fiturnya cukup lengkap dan up to date.
Informasi lelang pengadaan koneksi internet di Dinas Kominfo Jawa Tengah tahun 2017
Informasi lelang pengadaan koneksi internet di Dinas Kominfo Jawa Tengah tahun 2017

Itikad LKPP (dan LPSE) untuk memberantas korupsi terlihat jelas ketika 2015 lalu, LKPP bersama ICW (Indonesian Corruption Watch) dan IAPI (Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia) memperpanjang MoU pemantauan pengadaan barang/jasa di tiap tingkat pemerintahan. Implementasi pemantauan tersebut lahir menjadi website opentender.net yang dikelola oleh ICW berdasarkan data lapangan dari LKPP. Dengan mengakses website tersebut, masyarakat dapat menilai secara objektif mana kasus pengadaan yang dikorupsi atau tidak secara detail dan menyeluruh. (Ketika saya menulis ini website sedang down sehingga belum bisa memberikan screenshot).

Meninjau budgeting  dari republik ini, perlu pula meninjau kesenjangan harga antara pusat pemerintahan (Jawa dan sekitarnya) dengan daerah marjinal (Sulawesi, Maluku, Papua, dan sekitarnya). Sering kita dengar bensin di papua mencapai puluhan ribu per liter meski Pertamina sudah menetapkan harganya. Kenapa begitu? Akses yang sulit, keterbatasan sumberdaya, transportasi pengangkutan yang mahal merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan harga antar daerah di Indonesia. Berikut perbandingan harga ISP fiber optik dengan kecepatan 1 Mbps di Purbalingga dan Sorong.

Di atas adalah perbandingan harga ISP fiber optik dengan kecepatan 1 Mbps di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah dan Kabupaten Sorong, Papua
Di atas adalah perbandingan harga ISP fiber optik dengan kecepatan 1 Mbps di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah dan Kabupaten Sorong, Papua

Bisa dilihat perbedaan harga cukup signifikan sekitar 1,2 juta rupiah. Hal ini merupakan salah satu pemicu organisasi-organisasi separatis di daerah marjinal. Dengan mengetahui perbedaan harga barang dan jasa antara daerah sentral dan daerah marjinal, seyogyanya kita bersyukur dan tidak jumawa akan kesejahteraan yang kita rasakan. LKPP dan LPSE telah berjuang memberikan transparansi dalam pengadaan berbagai barang dan jasa oleh pemerintah, marilah kita sebagai warga ikut proaktif mengawasi dan mengawal perjuangan mereka!!

Memajukan kesejahteraan umum, sudahkah (?)

Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Para bapa bangsa berharap bahwa bangsa ini akan menjadi bangsa yang sejahtera baik rakyatnya maupun pemimpinnya, bukan hanya penguasa saja. Sudah 71 tahun Indonesia merdeka namun faktanya cita-cita ini belum terwujud. Masih terjadi ketimpangan sosial di mana-mana. Di kota-kota besar banyak kita temui pengemis ataupun gelandangan di jalanan mengharap belas kasihan orang lain untuk makan dan minum. Pertanyaannya, apakah pemerintah kita diam saja menyimak fakta miris tersebut? Melalui artikel ini penulis akan mencoba menganalisis kinerja pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia berdasar dari data BPS mengenai jumlah penduduk miskin.

Berangkat di semester kedua (September) tahun 2013, data dari BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan ada 10.634.470 jiwa dan di daerah perkotaan ada 17.919.460 jiwa dengan total 28.553.930 jiwa. Kemudian di semester 1 (Maret) tahun 2014, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 10.507.200 jiwa di daerah pedesaan, 17.772.830 jiwa di daerah perkotaan, dan totalnya menjadi 28.280.030 jiwa. Lalu di semester 2 (September) tahun 2014, kembali terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan menjadi 10.356.690 jiwa dan daerah perkotaan 17.371.090 jiwa dengan total menjadi 27.727.780 jiwa.

Dalam kurun waktu satu tahun pemerintah berhasil menurunkan angka penduduk miskin sebesar 800.000 jiwa jika dilihat sekilas. Pemerintah kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono, dapat dibilang berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin di akhir masa pemerintahannya meski jumlahnya tidak signifikan. Secara persentase, dalam kurun waktu 1 tahun terdapat penurunan penduduk miskin di daerah pedesaan sebanyak 2,6 persen dan daerah perkotaan 3 persen dengan total 2,8 persen. Menurut saya pribadi, penurunan kemiskinan yang dilaksanakan oleh presiden SBY cukup sukses dengan berbagai langkah penghematan energi yang dilakukannya dan keterbukaan kita akan investasi asing. Hal ini menjadi sebuah prestasi manis bagi pemerintahan 2 periode Susilo Bambang Yudhoyono sebelum menyerahkan tongkat estafet pemerintahan ke Joko Widodo.

Melanjutkan perjalanan ke pemerintahan yang sekarang sedang berkuasa, Joko Widodo, mari kita lihat data jumlah penduduk miskin pada Semester 1 (Maret) tahun 2015. Dari penduduk desa terdapat 10.652.640 jiwa dan terdapat 17.940.150 jiwa daerah perkotaan dengan total 28.592.790 jiwa penduduk miskin. Wah kali ini terdapat kenaikkan jumlah penduduk miskin, mungkin karena pergantian rezim dan kebijakan-kebijakan pemerintah baru yang belum bisa diimplementasikan langsung. Berlanjut ke semester 2 (September) tahun 2015, jumlah penduduk miskin daerah pedesaan ada 10.619.860 jiwa dan daerah perkotaan 17.893.710 jiwa dengan total 28.513.570 jiwa. Dalam kurun waktu setengah tahun, pemerintahan baru berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Data berakhir di semester 1 (Maret) 2016, jumlah penduduk miskin kembali turun menjadi 10.339.790 jiwa untuk daerah pedesaan dan 17.665.620 jiwa untuk daerah perkotaan dengan total 28.005.410 jiwa. Hal ini menunjukkan kebijakan-kebijakan baru dari pemerintah Joko Widodo mulai berjalan.

Berawal dengan kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi sebesar 865 ribu jiwa di awal pemerintahannya, pemerintahan Joko Widodo mulai menggerusnya sedikit demi sedikit dengan kebijakan-kebijakan barunya. Jika dilihat melalui persentase, perbandingan antara awal pemerintah dengan data terbaru (Maret 2015 dan Maret 2016) terdapat penurunan sebesar 2,9 persen di daerah pedesaan, 1,5 persen di daerah perkotaan, dan 2 persen secara keseluruhan. Penurunan signifikan di daerah desa terjadi karena kebijakan dana desa oleh pemerintahan Joko Widodo yang apabila digunakan secara optimal amat membantu menurunkan jumlah penduduk miskin.

Secara keseluruhan, pemerintah kita telah berusaha sebisa mungkin untuk memajukan kesejahteraan umum seperti cita-cita bangsa ini. Dari data-data di atas dapat ditunjukkan kecenderungan jumlah penduduk miskin untuk terus turun tiap semesternya. Namun pemerintah bukanlah dewa yang bisa menyulap segalanya menjadi makmur dan bahagia, kita sebagai warga umumnya, mahasiswa khususnya, harus aktif mendukung pemerintah dengan melakukan riset/penelitian yang berguna untuk menekan jumlah penduduk miskin.

Data diambil dari: https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119

 

Menurut Google, Siapakah Kamu (?)

Dalam zaman ini, siapa yang tidak tahu mesin pencari Google. Bahkan muncul bahasa googling dengan artian mencari sebuah informasi via Google. Google merupakan sebuah mesin ajaib yang mampu menjawab setiap pertanyaan yang kita ajukan, entah jawabannya benar atau salah. Lalu, kira-kira apakah yang akan Google berikan pada kita ketika kita mengisikan nama kita sendiri pada kata kunci pencariannya? Pernahkah anda mencobanya dan melihat hasilnya? Kira-kira ada berapa halaman hasil dari pencarian nama kita sendiri? Berikut pengalaman saya…

Mencari dengan kata kunci Yohanes Lauda Adiswara

  1. Page 1: Facebook, Soundcloud, dan website sekolah/universitas/keluarga
Hasil dari pencarian di Google menggunakan kata kunci "yohanes lauda adiswara"
Hasil dari pencarian di Google menggunakan kata kunci “yohanes lauda adiswara”

Pada page pertama, kebanyakan muncul profil sosial media saya terutama dari Facebook dan Soundcloud. Karena pada sosial media dapat diatur mengenai privasi publik, data saya yang ditampilkan merupakan informasi umum seperti nama dan studi. Ada pula berita mengenai saya di blog kakak saya dan website SMA saya, keduanya hanya berisikan informasi umum tentang diri saya. Kemudian dua terakhir ada info keanggotaan saya pada kelas kriptografi elisa dan pengumuman PMB Sanata Dharma. Secara umum, pada page pertama pencarian nama sendiri ini, amat sedikit informasi khusus tentang saya yang dapat diperoleh khalayak. Mari kita lanjutkan ke page 2.

2. Page 2: Data Alumni Sekolah

Meski blog kakak saya masih mendominasi, namun ada yang menarik di page 2, yakni link mengenai data alumni SMP dan SMA saya.
Meski blog kakak saya masih mendominasi, namun ada yang menarik di page 2, yakni link mengenai data alumni SMP dan SMA saya.

Beranjak ke page 2 alias page terakhir (ternyata saya sama sekali tidak terkenal baik di dunia maya maupun di dunia nyata), di sini saya menemukan hal yang menarik. Apakah itu? Yakni link download pdf data alumni SMP Negeri 1 Purbalingga dan data alumni Seminari Menengah Mertoyudan. Bukan sosial media ataupun pemerintah yang memberikan informasi pribadi diri saya, melainkan dua almamater pendidikan menengah saya. Di sana tertulis Nomor Induk Siswa Nasional dan alamat saya yang sejatinya bersifat terbatas namun dapat diakses oleh semua orang. Terjadi kebocoran informasi pribadi di sini oleh instansi pendidikan. Semoga tidak ada yang iseng untuk menggunakannya demi hal-hal yang negatif. Hehe…

Jadi, seperti itulah pengalaman saya mencoba untuk mencari siapa sih diri saya di Internet. Secara keseluruhan, informasi tentang diri saya cukup sedikit di Internet. Untuk lebih mengenal saya lewat sosial media seseorang harus menambahkan saya dahulu sebagai teman baru dapat mengetahui diri saya lebih lanjut. Selain itu, informasi mengenai saya di website pun terbatas pada hal umum seperti nama dan pendidikan.

Pemerintah memang berkewajiban melindungi informasi-informasi privat warganya, namun alangkah baiknya apabila kita sendiri aktif untuk melindungi privasi kita dengan mengindahkan berbagai privacy policy  yang disediakan oleh sosial media. Jangan lupa untuk berbagi data pribadi hanya kepada orang yang telah dipercaya sehingga dapat menghindari penyalahgunaan data untuk hal-hal yang negatif.

Maturity Level Web Pemkab Purbalingga

 1. Pengumuman dan Informasi

Website pemerintah kabupaten Purbalingga cukup aktif mengupdate pengumuman dan informasi tentang event-event yang ada di Purbalingga
Website pemerintah kabupaten Purbalingga cukup aktif mengupdate pengumuman dan informasi tentang event-event yang ada di Purbalingga.

2. Perizinan

Perizinan di website kabupaten Purbalingga belum terintegrasi secara langsung dengan sistem, melainkan hanya berisikan artikel-artikel informatif bagaimana cara mengurus perizinan yang bersangkutan. Hal ini dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sebuah sistem terpadu supaya lebih mempermudah pengguna yang ingin mengurus perizinan.
Perizinan di website kabupaten Purbalingga belum terintegrasi secara langsung dengan sistem, melainkan hanya berisikan artikel-artikel informatif bagaimana cara mengurus perizinan yang bersangkutan. Hal ini dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sebuah sistem terpadu supaya lebih mempermudah pengguna yang ingin mengurus perizinan.

3. Pengaduan Keluhan

Laman komentar warga sebagai sarana pengaduan keluhan tidak dapat diakses. Mungkin jarang ada maintenance untuk memperbaiki bagian ini
Laman komentar warga sebagai sarana pengaduan keluhan tidak dapat diakses. Mungkin jarang ada maintenance untuk memperbaiki bagian ini
Meskipun begitu, disediakan link ke media sosial Kabupaten Purbalingga apabila warga ingin melakukan aduan. Sayangnya administrator live-chat pun offline ketika saya mengaksesnya padahal dalam jam kerja.
Meskipun begitu, disediakan link ke media sosial Kabupaten Purbalingga apabila warga ingin melakukan aduan. Sayangnya administrator live-chat pun offline ketika saya mengaksesnya padahal dalam jam kerja.

4. Pelaporan Kependudukan

Terdapat fitur pendaftaran online akta kelahiran maupun kematian, namun sayangnya tidak bisa diakses.
Terdapat fitur pendaftaran online akta kelahiran maupun kematian, namun sayangnya tidak bisa diakses.

5. Manajemen Pelayanan Umum

Dalam website pemerintah kabupaten hanya diberikan link mengenai informasi-informasi tentang pelayanan umum. Belum ada sebuah sistem khusus untuk melayani warga mengakses berbagai pelayanan umum tersebut secara langsung.
Dalam website pemerintah kabupaten hanya diberikan link mengenai informasi-informasi tentang pelayanan umum. Belum ada sebuah sistem khusus untuk melayani warga mengakses berbagai pelayanan umum tersebut secara langsung. Selain itu masih kurang pula pelayanan dalam bidang-bidang khusus seperti pendidikan, kesehatan, dll.

Secara keseluruhan, maturity level website pemerintah Kabupaten Purbalingga (www.purbalinggakab.go.id) adalah cukup. Berita dan informasinya amat lengkap dan cukup up to date. Segala detail perizinan dan pelayanan umum pun dijelaskan dengan baik. Sayangnya belum terdapat integrasi sistem sehingga warga masih harus kesana kemari ketika harus mengurus sesuatu, padahal bisa dengan mudah diselesaikan lewat website pemkab apabila sudah terintegrasi. Selain itu dibutuhkan pula maintenance dalam laman feedback warga supaya pemerintah dapat mendengarkan keluhan dari warganya via websitenya. Tak lupa pelayanan umum perlu diperluas lagi hingga mencakup bidang pendidikan, kesehatan, dan sebagainya supaya tidak terpaku pada pelayanan kependudukan dan perizinan saja.

Negara Konvensional versus Negara Global, Perjuangan di Era Modern

Negara konvensional adalah prinsip dimana negara berpandangan bahwa rakyatlah yang membutuhkan negara. Paradigma ini masih dianut oleh mayoritas negara-negara di dunia ini. Dalam konsep negara konvensional, warga negara kerap diposisikan hanya sebagai alat dari negaranya. Warga negara harus menjalankan tiap kewajibannya bagi negara  namun negara belum tentu membalas dengan memberikan hak mereka. Pelayanan negara pada warganya cenderung masih minim dan terpusat di kaum elitis dan konglomerat saja, tidak merata ke seluruh elemen masyarakat. Hal ini tentu merugikan warga negara yang lain karena merasa dianaktirikan oleh negaranya. Karena kesenjangan kesejahteraan tersebut, produktivitas warga pun cenderung stagnan bahkan mengalami penurunan. Warga yang merasa tidak puas akan negaranya bahkan bisa saja beralih ke negara lain yang lebih menghargai dirinya sebagai pribadi yang potensial.

Dalam era dewasa ini, negara konvensional menghadapi “penjajahan” dari negara global. Negara global adalah negara yang berpandangan bahwa negaralah yang membutuhkan warganya. Negara global akan melakukan segala cara supaya warganya betah tinggal di negaranya. Contoh dari negara ini adalah beragam sosial media seperti Facebook, Path, Instagram, Twitter, dsb. Mereka berlomba-lomba memberikan fitur terbaru dan terhandal supaya semakin banyak warga yang singgah dan tinggal di negara mereka. Negara global memanjakan warganya dengan berbagai fasilitas yang mereka butuhkan. Semakin banyak warga yang mereka miliki, maka makin besarlah profit yang mereka dapatkan, itulah prinsip dari negara global. Pola pikir yang bertolak belakang dari negara konvensional inilah yang menjadikan negara global semacam “pesaing”. Lalu bagaimanakah negara konvensional menyikapinya sehingga mereka pun dapat berkembang?

Supaya negara konvensional dapat berkembang, diperlukan kesadaran dari pihak negara maupun pihak warganya. Negara perlu lebih mendengarkan aspirasi warganya dan melahirkan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan aspirasi dan kebutuhan warganya. Sebisa mungkin negara mengakomodasi kebutuhan tiap elemen warga sehingga tidak ada warga yang merasa dianaktirikan. Apabila negara sudah mampu bersikap “adil” bagi warganya, seyogyanya kesenjangan sosial dapat ditekan sehingga warga dapat saling bekerja sama demi produktivitas bangsa. Pembangunan infrastruktur dan berbagai sarana prasarana pun harus digenjot sedemikian rupa sehingga meningkatkan efisensi kerja dan produktivitas. Sedangkan dari pihak warga sendiri, perlu diubah paradigmanya dari pelayan negara sebagai pembangun negara. Apabila negara berhasil memberikan pelayanan optimal sebagai haknya sebagai seorang warga, seyogyanya warga tersebut membalasnya dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas dirinya. Seseorang yang berkualitas dan produktif cepat atau lambat tentu akan membawa negaranya ke era yang lebih maju dan sejahtera. Ayo kita kerja nyata!

Nomor Identitas Tunggal, Masalah atau Solusi ?

Sekarang kita mengenal banyak sekali nomor identitas dalam berbagai kartu identitas, misalnya KTP, SIM, KK, NPWP, Paspor, dll. Tiap kartu memiliki fungsinya sendiri dan memiliki nomor identitas sendiri, kecuali beberapa yang sudah terintegrasi seperti KTP dan KK. Begitu banyaknya kartu identitas di Indonesia inilah yang memicu terjadinya multi-identitas, yakni seseorang yang memiliki dua atau lebih nomor identitas. Kasus multi-identitas sering kita temui ketika tertangkapnya pelaku terorisme, biasanya si pelaku memiliki beberapa KTP sekaligus padahal orangnya hanya satu. Lalu adakah jalan keluarnya?

Sejak beberapa tahun lalu, di Indonesia kerap diserukan mengenai sebuah nomor identitas tunggal. Sebuah nomor unik yang merujuk pada identitas dari orang tertentu. Ide ini dilontarkan supaya proses pendataan warga dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Selain itu dengan nomor identitas tunggal diharapkan mengurangi kemungkinan seseorang dengan multi-identitas. Akan tetapi apakah masalah selesai dengan sebuah nomor identitas tunggal?

Dengan sebuah nomor identitas tunggal, dapat dengan mudah sebuah identitas disalahgunakan oleh orang lain hanya dengan mengetahui nomor identitasnya. Tindakan pencucian uang dapat dengan mudah dilakukan oleh pihak ketiga jika dia sudah mengetahui nomor identitas dari pihak pertama dan pihak kedua. Belum lagi kerumitan untuk menyinkronkan antara nomor yang lama dengan yang baru, tentu membutuhkan waktu yang cukup lama.

Menurut saya pribadi, nomor identitas tunggal merupakan solusi yang ideal bagi Indonesia dengan sistem multi-kartu identitasnya. Kita sekarang sudah memiliki KTP, SIM, KK, NPWP, BPJS, Paspor, dsb. Selain mengurangi potensi dobel identitas, nomor identitas tunggal membuat semua kartu-kartu tersebut terintegrasi sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai fasilitas pemerintah maupun swasta. Mari berbenah menyambut hari jadi Indonesia ke-71.