Sudah sejahterakah kita?

Pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945, tercantum bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum. Lalu pertanyaannya, sudahkah kita sejahtera? Sejatinya apa definisi dari kesejahteraan? Ditilik dari sudut pandang ekonomi dan harapan hidup, bagaimanakah kualitas kehidupan bangsa Indonesia? Mari kita bahas bersama.

Kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang menurut KBBI artinya aman sentosa dan makmur, selamat (terlepas dari segala gangguan). Kesejahteraan sendiri berarti keadaan sejahtera dari sekelompok manusia. Dilihat dari definisi sejahtera menurut KBBI tersebut, tentunya kita bisa menyatakan bahwa hidup kita sudah cukup sejahtera. Keamanan kita dijamin oleh hukum yang ditegakkan oleh aparat berwajib. Kita tidak perlu takut keluar rumah lalu mendengar suara ledakan bom seperti saudara-saudari kita di Timur Tengah sana. Kita tidak perlu berlindung mencari suaka ke negara lain seperti saudara-saudari kita di belahan dunia sana. Kita semua dapat dikatakan sejahtera menilik dari definisi KBBI, namun bukankah masih banyak sudut pandang sejahtera yang lain?

Kesejahteraan identik dengan sejahtera dalam bidang ekonomi. Kesejahteraan dalam bidang ekonomi biasanya dilambangkan dengan kepemilikan berbagai barang mewah, kemampuan memiliki kebutuhan primer, dan memiliki pekerjaan serta penghasilan tetap. Pada tahun 2015 lalu, BPS merilis kabar bahwa angka pengangguran Indonesia sebesar 6,18% dari total angkatan kerja sebanyak 114,8 juta orang. Menurut saya hal ini sudah cukup ideal dengan negara sebesar ini mampu memberikan lapangan kerja hampir 95% angkatan kerjanya. Trennya pun menunjukkan penurunan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun. Selain itu, belakangan ini Indonesia mengalami penaikan investasi asing selama semester I tahun 2016 dengan dana di pasar mencapai 10 milyar USD (BKPM, 2016). Menilik fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan kualitas hidup bidang ekonomi masyarakat Indonesia sudah lebih dari cukup secara umum.

Memandang kesejahteraan lewat kacamata harapan hidup mungkin agak sulit. Maka dari itu saya mencoba menggunakan parameter angka kematian bayi dan kelahiran bayi per tahunnya sebagai indeks kualitas harapan hidup di Indonesia. Angka kelahiran bayi per tahun 2015 sebesar 1,49 persen dar total penduduk alias 4,5 juta per tahun. Penduduk baru yang lahir tiap tahun tersebut sama saja dengan total penduduk Singapura, jadi dalam 5 tahun Indonesia memiliki 5 Singapura baru. #intermezzo Lalu, Indonesia memiliki tingkat kematian bayi sebesar 22/1000 kelahiran hidup, alias 22.000/1.000.000 bayi yang hidup per tahunnya. Yang lahir banyak, namun yang meninggal pun tidak sedikit. Menurut menteri kesehatan, Nila F Moeloek, salah satu faktor tingginya kematian bayi disebabkan kurangnya pengetahuan dari si Ibu yang hidup dalam daerah miskin. Jadi menurut saya, kualitas harapan hidup di Indonesia berada dalam taraf cukup dimana banyak yang lahir namun banyak pula yang meninggal.

Demikian analisis kualitas hidup di negara ini berdasarkan sudut pandang harapan hidup dan ekonomi. Percayalah kita terus hidup sejahtera, maka semesta pun akan mendukungnya!!

Leave a Reply

Your email address will not be published.